Di hari minggu yang khusus itu, sang pendeta dan anaknya keluar ke jalanan, tetapi cuacanya amat dingin disertai hujan lebat.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyurCL9cfeakbdohHvdv4QesZKLyfyFV1ITEvczyg3JNCO3ua_uwO7j0zc8wR336KhSQY7w_wIm_MLGhXhSfYPKc25mRbrF0WtTNahpQLthFLOxIF0nMG3v2-H7VWX-MJf_xEzvXu2htY/s400/AB687.jpg)
Anak itu mengenakan pakaiannya yang paling tebal dan kering serta berkata, "OK Pap, aku sudah siap." Ayahnya bertanya, "Siap untuk apa?"
"Pap, sudah waktunya untuk membawa traktat Injil dan pergi keluar."
Pendeta itu membalas, "Nak, cuaca di luar amat dingin dan lagi hujannya amat lebat".
Anak itu memandang ayahnya dengan heran dan mengatakan, "Namun Pap, apakah banyak orang tidak jadi pergi ke neraka kalau sedang hujan?"
Ayahnya menjawab, "Nak, aku tidak akan pergi dalam cuaca yang begini." Dengan hampir putus asa anak itu bertanya, "Pap, apa aku boleh pergi sendirian?"
Ayahnya untuk beberapa saat ragu-ragu, namun kemudian menjawab, "Nak, kamu boleh pergi sendiri. Ini traktatnya. Hati-hatilah."
"Terima kasih, Pap"
Anak berumur 11 tahun ini langsung keluar rumah dan mulai pergi ke rumah-rumah untuk membagi traktat Injil.
Setelah dua jam kemudian, ia sudah basah kuyup karena hujan.
Traktatnya tinggal satu lembar.
Ia berhenti di sudut jalan dan mencari seseorang untuk diberi traktat yang terakhir itu, namun di jalan tak ada seorangpun yang lewat.
Kemudian la pergi ke sebuah rumah pertama yang la lihat dan la menekan bel rumah itu.
Namun tidak ada orang yang menjawab.
la berulang-ulang menekan belnya, tetap tidak ada orang yang membukakan pintunya.
Sekali lagi ia menekan belnya dan kemudian menunggu, namun tetap tidak ada jawaban.
Akhirnya ketika la hendak meninggalkan tempat itu, ada sesuatu yang mencegahnya.
Ia kembali ke pintu depan rumah itu kemudian menekan sekali lagi disertai mengetuk pintunya dengan keras.
Kali ini, pintunya dibuka dan di tengah pintu berdiri seorang wanita tua. Wanita itu bertanya dengan pelan, "Ada apa, nak?"
Dengan mata yang berbinar serta senyuman yang amat ramah, ia berkata, "Ibu, maaf kalau aku mengganggumu.Namun aku ingin mengatakan, 'Yesus sungguh mengasihi Ibu'. Aku datang untuk memberi lbu selembar traktat yang menceritakan segala sesuatu tentang Yesus dan Kasih-Nya yang ajaib." Kemudian ia menyerahkan traktatnya yang tinggal satu lembar itu dan membalikkan badannya untuk segera pergi.
Wanita itu memanggilnya ketika ia akan pergi dan berkata, "Terima kasih, nak! Semoga Tuhan memberkatimu."
Hari Minggu berikutnya di dalam gereja, Pak pendeta berada di atas mimbar dan hendak mulai dengan kebaktian.
Sebelumnya ia mengundang jemaat dan bertanya, "Apakah di antara jemaat ada yang ingin memberikan kesaksian atau ingin mengatakan sesuatu?"
Dari belakang gereja, di barisan yang paling terakhir, berdirilah seorang wanita tua.
Dan ketika ia mulai berbicara, wajahnya bersinar amat cerah. "Tidak ada orang dalam gereja ini yang mengenal aku. Akupun tak pernah datang ke gereja ini. Pasalnya, sebelum minggu yang lalu, aku bukan seorang percaya. Suamiku telah meninggal dunia dan meninggalkan aku seorang diri. Hari minggu yang lalu dengan cuaca yang amat dingin disertai hujan lebat, membuat jiwaku lebih parah lagi karena aku sejak lama sudah kehabisan akal dan sudah meninggalkan semua harapan untuk ingin hidup terus."
"Jadi aku mengambil tali dan kursi kemudian naik tangga ke loteng rumah. Aku mengikat ujung tali yang satu erat-erat di balok kuda-kuda rumah dan mengikat ujung lain tali itu melingkari leherku. Dengan berdiri di atas kursi itu aku merasa begitu kesepian dan begitu patah hati. Ketika aku hendak meloncat dari kursi, pada saat itu aku mendengar bel pintu depan berdering kencang, sehingga aku terkejut. Aku berpikir, "Aku akan menunggu satu menit. Aku yakin, siapapun yang menekan bel itu pasti akan pergi. Aku menunggu dan menunggu, namun bel itu terus berdering tak henti-henti. Akhirnya orang itu pun mulai mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. Aku berpikir lagi, "Siapakah orang itu? Tidak pernah ada orang yang mengebelku atau datang untuk mengunjungiku! " Aku melemparkan ikatan tali di leherku dan berialan ke pintu depan, sementara bunyi bel semakin kencang. Ketika aku membuka pintu depan, aku hampir tak percaya apa yang kulihat. Di depan pintu terlihat seorang anak kecil dengan wajah yang cerah, laksana malaikat yang tak pernah aku kenal seumur hidupku. Senyumnya... Aduh, aku tak dapat melukiskannya untuk kalian. Dan kata-kata yang keluar dari mulutnya membuat hatiku yang telah lama mati, meloncat dan hidup kembali, ketika la berseru dengan suara seperti malaikat, "Yesus SUNGGUH MENGASIHIMU!" Kemudian ia memberikan aku selembar traktat yang kubawa ini.
Ketika malaikat kecil itu menghilang ditelan hujan yang lebat, aku menutup pintu dan membaca dengan pelan setiap kata dari Injil itu. Kemudian aku kembali ke loteng untuk mendapatkan tali dan kursi. Aku tidak memerlukannya lagi. Pasalnya, kini aku sudah jadi anak yang bahagia dari RAJA dan karena alamat dari gereja kalian berada di balik traktat itu, aku datang di sini hendak mengucapkan terima kasihku secara pribadi kepada malaikat kecilku, "Terima kasih kepada malaikat utusan Tuhan yang datang sungguh tepat pada waktunya sehingga dengan demikian, jiwaku telah diselamatkan dari keabadian neraka."
Tidak ada mata yang kering dalam gereja.
Ketika gereja dipenuhi dengan seruan dan teriakan untuk memuliakan Nama Tuhan, pendeta, ayah anak itu turun dari mimbar dan datang ke bangku di mana anak kecil itu duduk. Ia merangkulnya dengan mesra dan menangis tanpa dapat dikuasainya lagi.
Mungkin tak ada gereja yang mengalami saat-saat yang mulia dan mungkin di dunia ini tidak pernah kita lihat seorang ayah yang hatinya dipenuhi dengan kasih dan kehormatan untuk anaknya, kecuali Bapa surgawi, yang mengijinkan Anak-Nya, Yesus, untuk keluar ke dalam dunia yang gelap, dan dingin.
Ia telah menerima kembali Anak-Nya dengan sukacita yang tak terlukiskan. Dan apabila seluruh surga penuh dengan seruan pujian dan kemuliaan untuk menghormati sang Raja, maka Ia mendudukkan Anak-Nya di atas singgasana, jauh lebih tinggi dari semua dan segala penguasa, kuasa dan nama.
Mungkin, di antara pembaca ada juga yang harus melalui saat-saat yang gelap, dingin dan sepi dalam hatimu.
Anda mungkin seorang yang percaya, karena kita pun mempunyai banyak masalah, atau mungkin Anda belum mengenal Raja di atas segala Raja.
Apapun masalahnya, dan bagaimanapun problem dan situasi dimana Anda berada, betapa gelapnya kenyataan hidup ini, aku ingin menyampaikan bahwa:
Yesus SUNGGUH MENGASIHIMU
MAJALAH REFLECTA ed.164 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar